Monday, April 21, 2014

SAJAK UNTUK RAMA

Notasi Mal Jayapura, April 2014


Senja kala itu

Kala air mata cinta dari seorang kekasih
Di pipi jatuh mengiring kepergianmu
Ditemani isak tangis buah cinta
Menggelayut hati meretas bimbang
Tapi engkau tetap melangkah

Senja kala itu

Kala mentari masih enggan menyembunyikan sinarnya
Air mata cinta dan isak tangis buah cinta itu
Tak mampu menahan kepergianmu
Hingga langkah kakimu laju
Laju..........
Mencoba menggapai mentari yang masih enggan menyembunyikan sinarnya
Sampai kapan entah

Wednesday, July 24, 2013

 
DI AMBANG SHUBUH
 
Menerobos gelap after makan saur, 25 Joely 2013
 
 
Benderang terang
 
Dimanakah  bisa kudapatkan engkau
 
Kapankah bisa kutemukan engkau
 
Kenapa begitu jauh
 
Dan semakin jauh
 
 
Benderang terang
 
Tunggu
 
Tunggu
 
Jangan pergi engkau
 
Jangan lari engkau
 
Tuntunlah aku
 
Bawalah aku
 
Dari gelap dan suramnya hidup
 
Dari noda dan celanya diri
 
Yang telah sekian lama menggelayut
 
Melemahkan jiwa ini
 
 
Seribu kali
 
Yaaa seribu kali aku terperangkap dalam gelap dan suramnya hidup
 
Seribu satu kali
 
Yaaa seribu satu kali aku mencoba menerobos gelap dan suram itu
 
Bukan benderang terang yang kudapatkan
 
Bukan benderang terang yang kutemukan
 
Gelap lagi
 
Suram lagi
 
 
Benderang terang
 
Dimanakah kau bisa kudapatkan
 
Kapankah kau bisa kutemukan
 
 
 


Tuesday, July 23, 2013

 
DI PAGI BIMBANG
 
Notasi Salak Pondoh, 24 Joely 2013
 
 
Cerahnya ini pagi hari
 
Secerah mentari yang menghangatkan bumi
 
Menyeruak masuk ke dalam pori pori sanubari
 
Membakar  jiwa yang katanya lelah dan tak lagi bergejolak
 
Mencoba menyulutkan api ke dalam tungku hidup
 
Yang sekian lama  dingin membeku
 
Mencairkan suasana kalbu
 
Mendamaikan hati
 
Meretaskan jiwa yang katanya lelah dan tak lagi bergejolak
 
 
Cerahnya ini pagi hari
 
Menghalau galau
 
Mencoba mengusir kebimbangan
 
Menuntun langkah hidup
 
Tapi mampukah cerahnya ini pagi hari melakukan itu semua
 
Mampukan membujuk hati yang telah lama membeku
 
Membelai dan menggugah jiwa yang katanya lelah dan tak lagi bergejolak
 
 
Cerahnya ini pagi hari
 
Ibarat hanya sebuah mimpi bagi jiwa yang lelah
 
Tak sedikitpun mampu mendorong
 
Tetap terdiam dan membisu
 
Tetap singgah dalam kebimbangan
 
Tanpa berusaha bergerak menikmati cerahnya ini pagi hari
 
Yang secerah mentari dan menghangatkan bumi
 
Yang menyeruak ke dalam pori pori sanubari
 
 
Sudah benar benar lelahkah jiwa ini
 
 
 


Monday, July 22, 2013

 
JIWA YANG TERLENA
 
Flash Back To  Jakarta , Joely 2007
 
 
Berjalan mengikuti kata hati
 
Meski letih raga, lelah jiwa
 
Semangat hidup masih menggebu pasti
 
Menerjang hiruk pikuk lalu lintas hidup
 
Yang terkadang macet di tengah perjalanan
 
Menuai emosi yang tak tertahan
 
 
 
Jiwa ini memang cuma tandu
 
Harusnya duduk saja
 
Tapi raga ini tidak pernah setuju
 
Menggerutu menentang jiwa
 
Harusnya jiwa ini yang menuntun raga
 
Tapi mengapa raga ini yang mendobrak jiwa
 
Kenapa?
 
 
Katanya jiwaku lelah
 
Lelah apa?
 
Jiwaku hanya duduk saja
 
Tak pernah  pedulikan ragaku yang letih
 
Yang selalu mendobrak jiwa yang hanya bisa diam tanpa karya
 
 
Jiwaku sudah terlena
 
Bukan lelah
 
Bukan lelah
 
Bukan lelah
 
Bangkitlah wahai jiwa yang terlena
 
Iringi raga  temani dia
 
Menerjang hiruk pikuk lalu lintas hidup
 
Yang terkadang macet di tengah perjalanan
 
Bangkitlah
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MORNING GALAU
 
Jogja, 23 Joely 2013
 
 
 
Jiwaku lelah
 
Ragaku letih
 
Di atas karang hidup kakiku bertumpu
 
Yang meski tidak tajam, tapi menyakitkan
 
Dengan kerikil kerikil duka yang seakan terus menyeruak masuk
 
ke ujung kaki hidupku yang semakin nganga terluka
 
 
Sampai kapan entah
 
Aku tak mengerti
 
Mengapa semua ini terjadi pada diriku
 
Pada hidupku
 
 
Mendamaikan hati, menentramkan jiwa tak pernah berhenti aku coba
 
Meski karang hidup yang tidak tajam tapi menyakitkan tempat aku bertumpu
 
Tidak pernah mau bersahabat dengan hati dan jiwaku
 
Dengan kesempurnaan hidupku
 
 
Akankah ada batas waktu....???
 
 
Jiwaku lelah
 
Ragaku letih
 
Aku ingin karang hidup yg meski tidak tajam tapi menyakitkan itu
 
Menjadi tumpukan pasir putih
 
Yang meski tidak kuat dipijak
 
Tetapi lembut dan menenggelamkan kaki hidupku
 
 
Akankah ada batas waktu
 
Mengakhiri jiwa yang lelah dan raga yang letih
 
Yang selalu bertumpu pada karang hidup yang meski tidak tajam tapi menyakitkan
 
Dengan kerikil kerikil duka yang seakan terus menyeruak masuk
 
ke ujung kaki hidupku yang semakin nganga terluka
 
Hanya Tuhan Yang Maha Tahu